MAKALAH
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN NEUROLOGI
( PERSYARAFAN )
DOSEN
PEMBIMBING :
NURUL
LAILI S.Kep.,Ns.,M.Kep
DISUSUN
OLEH :
NAMA
|
NIM
|
MUTI’ATUN
NAFISAH
|
14201.09.17042
|
PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN
GENGGONG
PADJARAKAN – PROBOLINGGO
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala limpah
rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada
proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala
rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.
Adapun
maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES Hafshawaty,
kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul”ANAMNESIS DAN PEMERIKSAANNEUROLOGI ( PERSYARAFAN )’’ dan dengan selesainya penyusunan makalah
ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. KH.
Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok pesantren Zainul
Hasan Genggong.
2. Dr.
H. Nur hamim, M.Kep.,S.Kep.Ns sebagai ketua STIKES Hafshawaty Zainul Hasan
Genggong.
3. Shinta
wahyusari S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat sebagai Ketua Prodi S1 Keperawatan.
4. Rizka Yunita, S.kep.,Ns.,M.kep Sebagai Wali Kelas Prodi S1 Keperawatan.
5. Nurul laili S.Kep,.Ns,.M.Kep. sebagai dosen mata pemeriksaan diagnostik.
Pada
akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum
sempurna. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran
dari pihak dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi
makalah ini.
Genggong
, 28 November 2018
DAFTAR ISI
Cover.......................................................................................................................
i
Kata Pengantar....................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3
Tujuan Penulisan......................................................................................... 1
1.4
Manfaat........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Riwayat kesehatan....................................................................................... 3
2.2
Tingkat Kesadaran....................................................................................... 4
2.3
Pergerakan.............................................. .................................................... 6
2.4
Sensasi......................................................................................................... 7
2.5
Regulasi integrasi........................................................................................ 8
2.6
Pemeriksaan reflek...................................................................................... 9
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................. 10
3.2 Saran............................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Neurologi adalah ilmu
kedokteran yang mempelajari kelainan, gangguan fungsi, penyakit, dan kondisi
lain pada sistem saraf manusia. Oleh sebab itu dipelajari pula hal-hal yang
secara alami dianggap fungsi sistem saraf normal. Misalnya: kepandaian berbahasa,
gangguan balajar, pikun dan lain-lainnya. dalam rangka menegakkan diagnosis
penyakit saraf diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
mental, dan laboratorium ( penunjang ). Pemeriksaan neurologis meliputi: fungsi
cerebral, fungsi nervus cranialis, fungsi sensorik, fungsi motorik dan reflek.
Selama beberapa
dasawarasa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan berkembang dengan
pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang
sangat penting dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau
perjalanan penyakit. Saat ini kita dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan
di otak, atau keganasan diotak melalui pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan
mudah dapat menentukan polineuropati dan perkembangannya melalui pemeriksaan
kelistrikan.
Di samping kemajuan
yang pesat ini, pemeriksaan fisik dan mental disisi ranjang (bedside) masih
tetap memainkan peranan yang penting. Kita bahakan dapat meningkatkan kemampuan
pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita
dapat mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik dan mental dengan bantuan alat – alat
canggih yang kita miliki.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas
dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa yang kamu ketahui tentang
riwayat kesehatan?
2.
Apa yang kamu ketahui tentang Kesadaran?
3. Apa yang kamu ketahui tentang Pergerakan?
4.
Apa yang kamu ketahui tentang Sensasi?
5.
Apa yang kamu ketahui tentang Regulasi integrasi?
6.
Apa ysng kamu ketahui tentang Pemeriksaan reflek?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan
masalah diatas dapat ditarik tujuan penulisan sebagai berikut:
1)
Untuk mengetahui tentang riwayat kesehatan.
2)
Untuk mengetahui tentang kesadaran.
3)
Untuk mengetahui tentang pergerakan.
4)
Untuk mengetahui tentang sensasi.
5)
Untuk mengetahui tentang regulasi integrasi.
6)
Untuk mengetahui tentang pemeriksaan reflek.
1.4 MANFAAT
Berdasarkan tujuan penulisan
diatas dapat ditarik manfaat sebagai berikut:
A. Untuk
mahasiswa.
a)
Menambah pengetahuan tentang pengkajian
keperawatan
b)
Mengembangkan kreatifitas dan bakat penulis
c) Menilai sejauh mana penulis memahami teori
yang sudah didapat tentang anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologi (persyarafan).
B. Untuk
institut
a)
Makalah ini dapat menjadi audit internal
kualitas pengajar
b) Sebagai tambahan informasi dan bahan
keperpustakaan dalam pemberian materi tentang anamnesis dan pemeriksaan fisik
neurologi (prsyarafan).
C. Untuk
pembaca dapat mengetahui , memahami, dan menguasai pengkajian pada proses
keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
RIWAYAT
KESEHATAN
Riwayat kesehatan adalah
ringkasan kondisi kesehaan klien mulai dari waktu lampau hingga alasan mengapa saat
ini datang kepusat kesehatan. Riwayat ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.
Data
demografi.
2.
Keluhan
utama.
3.
Persepsi
tentang kondisi sakit saat ini.
4.
Riwayat
penyakit terdahulu, riwayat pembedahan, riwayat dirawat di rumah sakit.
5.
Riwayat
penyakit keluarga.
6.
Pengobatan
yang saat ini sedang dijalani.
7.
Riwayat
alergi.
8.
Status
perkembangan mental klien .
9.
Riwayat
psokososial.
10. Riwayat sosiokultural.
11. Aktifitas harian (activity daily living) :
a)
Nutrisi
atau diet harinya dan sesudah sakit.
b)
Keyakinan
pola ibadah yang dimiliki sebelum dan sesudah sakit.
c)
Pola
aktivitas seksual yang dilakukan sebelum dan sesudah sakit.
d)
yang
dilakukan sebelum dan sesudah sakit.
e) Eliminasi
BAK – eliminasi urine dan BAB - eliminasi alvi yang dialami sebelum dan sesudah
sakit.
f)
Pola
istirahat dan tidur sebelum dan sesudah sakit.
g)
Aktivitas
dan rutinitas yang dilakukan tiap.
A. ANAMNESIS
Dalam
memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting.
Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari
mulanya. Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang
berlangsung, bahkan kadang – kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan
yang dideritanya merupakan gejala sisa. Selain itu, ada juga penyakit yang
gejalanya timbul pada waktu – waktu tertentu, jadi, dalam bentuk serangan. Di
luar serangan, sulit bagi dokter untuk menengakkan diagnosis penyakitnya,
kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita ( anamnesis )
dan orang yang menyaksikannya (alloanamnesis).
Tidak jarang
pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena perjalanan
penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan diagnosis kita
perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat
disebebkan oleh bermacam – macam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan
penyakit, kita dapat mendekati diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang
tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa :
“Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan ke arah diagnosa yang
tepat”.
Untuk
mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan penuh
perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya dilakukan
ditempat tersendiri, supaya tidak didengar orang lain. Biasanya pengambilan
anamnesis mengikuti 2 pola umum, yaitu :
1)
Pasien
dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhannya yang dideritanya.
2) Pemeriksa
(dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau kelainannya dengan
jalan mengajukan pertanyaan tertentu.
Pengambilan
anamnesa yang baik menghubungkan kedua cara tersebut diatas. Biasanya
wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur, pekerjaan,
alamat. Kemuadian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong
pasien datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan parlu
ditelusuri :
1)
Sejak
kapan mulai.
2)
Sifat
serta beratnya.
3)
Lokasi
serta penjalarannya.
4)
Hubungannya
dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis makan dan
lain sebagainya).
5)
Keluhan
lain ada hubungannya dengan keluhan tersebut.
6)
Pengobatan
sebelumnya dan bagaimana hasilnya.
7)
Faktor
yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan.
8) Perjalanan
keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang dalam bentuk
serangan, dan lain sebagainya.
1)
Nyeri
kepala
2)
Muntah
3)
Vertigo
4)
Gangguan
penglihatan (visus)
5)
Pendengaran
6)
Saraf
otak
7)
Fungsi
luhur
8)
Kesadaran
9)
Motorik
10) Sensibilitas
11) Saraf otonom
2.2
KESADARAN
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
NO
|
NILAI GCS
|
GCS
|
KETERANGAN
|
1
|
15 – 14
|
Composmentis
|
Kesaradan normal
|
2
|
13 – 12
|
Apatis
|
Sikap acuh tak acuh
|
3
|
11 – 10
|
Derilium
|
Berhalusinasi / berkhayal
|
4
|
9 – 7
|
Somnolen
|
Mudah tertidur dan merespon
|
5
|
6 – 5
|
Sopor
|
Tertidur
|
6
|
4
|
Semi – coma
|
Tertidur lelap dan ada respon nyeri
|
7
|
3
|
Coma
|
Tidak sadar total
|
Perubahan tingkat
kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam
lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya
aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan didalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat
kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas
reticular mengalami injuri. Penurunan
tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka borbiditas
(kecacatan) dan mortalitas (kematian). Jadi sangat penting dalam mengukur
status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini dijadikan salah
satu bagian dari vital sign.
Salah satu cara untuk
mengukur tingkat kesadaran dengan hasil subjektif mungkin dan untuk menentukan
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien
terhadap rangsangan yang diberikan adalah menggunakan GCS (Glasgow coma scale).
Adapun cara lain untuk mengetahui tingkat kesadaran seseorang adalah dengan menggunakan
EVM (Eye verbal motorik), respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal,
yaitu reaksi mata, bicara, dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam
derajat (score) dengan rentang 1 – 6 tergantung responnya pasien:
TES
|
REAKSI
|
SKOR
|
Respon membuka mata
( EYE )
|
Membuka mata spontan.
|
4
|
Membuka mata karena perintah.
|
3
|
|
Membuka mata karena rangsangan nyeri.
|
2
|
|
Tidak ada respon ( mata menutup ).
|
1
|
|
Respon verbal terbaik
( VERBAL )
|
Orientasi baik dan dapat bercakap – cakap.
|
5
|
Bingung / konfusi.
|
4
|
|
Kata – kata tidak sesuai / tidak tepat.
|
3
|
|
Suara tidak jelas ( menggumam ).
|
2
|
|
Tidak ada respon.
|
1
|
|
Respon motorik terbaik
( MOTORIC )
|
Mematuhi / mengikuti perintah.
|
6
|
Melokalisir nyeri ( melindungi daerah nyeri ).
|
5
|
|
Menarik diri terhadap nyeri ( menghindar ).
|
4
|
|
Fleksi abnormal ( decorticate ).
|
3
|
|
Ekstensi abnormal ( decerebrate ).
|
2
|
|
Tidak ada gerakan / respon.
|
1
|
2.3
PERGERAKAN
A.
Prinsip –
prinsip pemeriksaan fungsi motorik
Sistem motorik diperiksa dalam hal :
Sistem motorik diperiksa dalam hal :
1.
Massa otot
2.
Kekuatan otot
3.
Tonus otot
Pemeriksaan motorik dimulai
dengan inspeksi tiap daerah yang diperiksa. Bandingkan kontur massa otot
simetris. Inspeksi dipakai untuk menentukan atrofi otot dan adanya fasikulasi. Periksa kekuatan otot
dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan tahanan anda. Bandingkan
satu dengan sisi lainnya. Berikut ini adalah skala arbitrer yang lazim dipakai
untuk menunjukkan kekuatan otot:
SKOR
|
KETERANGAN
|
KETERANGAN
|
0
|
TIDAK ADA
|
Tidak ada kontraksi
|
1
|
SANGAT LEMAH
|
Hanya ada sedikit kontraksi
|
2
|
LEMAH
|
Gerakan yang dibatasi oleh gravitasi
|
3
|
CUKUP KUAT
|
Gerakan melawan gravitasi
|
4
|
BAIK
|
Gerakan melawan gravitasi dengan sedikit
tahanan
|
5
|
NORMAL
|
Gerakan melawan gravitasi dengan tahanan penuh
|
Jika menemukan kelemahan otot, perbandingan kekuatan
proksimal dan distal penting. Pada umunya kelemahan proksimal berkaitan dengan
penyakit otot , kelemahan distal berkaitan dengan penyakit neurologik.
Tonus dapat
didefinisikan sebagai sedikit ketegangan residual pada otot yang rileks secara
volunter. Tonus dinilai dengan resistensi
terhadap gerak pasif. Mintalah pasien untuk rileks. Lakukan gerak pasif pada
otot itu. Bandingkanlah satu sisi dengan sisi lainnya. Harus diingat bahwa lesi
neuron motorik atas menimbulkan spastisitas, hiperrefleksi, klonus, dan tanda
babinski. Lesi neuron motorik bawah menimbulkan atrofi, fasikulasi, penurunan
tonus, dan hiporefleksi. Kedua macam lesi ini dapat menimbulkan kelemahan.
Fasikulasi dapat menjadi lebih jelas kalau otot itu diketuk perlahan – lahan
dengan palu refleks.
Selama pemeriksaan
neurologis oleh internis, tidaklah praktis untuk memeriksa semua otot. Dengan
memiksa kelompok – kelompok otot yang penting, pemeriksa dapat menemukan apakah
ada gangguan yang berarti. Kemudian mungkin perlu dilakukan pemeriksaan otot
tertentu dan radiks sarafnya. Untuk pemeriksaan secara rinci ini, bacalah
banyak buku teks yang baik mengenai neurologi.
Pada pemeriksaan fungsi
motorik, ekstremitas atas diperiksa terlebih dahulu kemudian ekstremitas bawah:
1)
Inspeksi ekstremitas atas untuk melihat simetri
2)
Fleksi dan ekstensi lengan
3)
Pemeriksaan abduksi lengan
4)
Pemeriksaan fleksi lengan bawah
5)
Pemeriksaan ekstensi lengan bawah
6)
Pemeriksaan ekstensi pergelangan tangan
7)
Pemeriksaan fleksi pergelangan tangan
8)
Pemeriksaan aduksi jari
9)
Pemeriksaan abduksi jari
10) Pemeriksaan aduksi jari
11) Penilaian tonus ekstremitas
atas
12) Inspeksi ekstremitas bawah
untuk melihat simetri
13) Pemeriksaan aduksi pinggul
14) Pemeriksaan abduksi pinggul
15) Pemeriksaan fleksi lutut
16) Pemeriksaan ekstensi lutut
17) Pemeriksaan dorsifleksi
pergelangan kaki
18) Pemeriksaan fleksi plantar
pergelangan kaki
19) Pemeriksaan dorsifleksi ibu
jari kaki
20) Pemeriksaan plantar ibu jari
kaki
21) Penilaian tonus ekstremitas
bawah
2.4
SENSASI
Prinsip dasar sensasi :
Pemeriksaan sensori terdiri
dari:
1. Sentuhan ringan
2. Sensasi nyeri
3. Sensasi getaran
4. Propiosepsi (sensasi posisi)
5. Lokalisasi taktil
Sensasi diskriminatif (termasuk diskriminasi dua titik, stereognosis, grafestesi, dan lokalisasi titik).Pada pasien tanpa tanda atau gejala penyakit neurologis, pemeriksaan fungsi sensorik dapat dilakukan dengan cepat, dengan memeriksa adanya sensasi normal pada ujung jari tangan dan kaki. Pemeriksa dapat memilih apakah ia mau memeriksa sentuhan ringan, nyeri dan sensasi getaran. Jika ini semuanya normal, pemeriksaan sensorik lainnya tidak diperlukan. Jika ada gejala atau tanda yang menunjukkan gangguan neurologik, harus dilakukan pemeriksaan yang lengkap.
Seperti pada pemeriksaan
motorik, pemeriksa membandingkan sisi
dengan sisi, dan proksimal dengan distal. Gangguan neurologik biasanya
menyebabkan gangguan sensorik yang mula-mula terlihat di bagian lebih distal
dibandingkan dibagian proksimal.Tangan di suplai oleh nervous medianus, ulnaris,
dan radialis. Nervus medianus merupakan saraf
sensasi utama karena mensuplai permukaan palmar jari tangan, bagian tangan yang
paing sering dipakai untuk meraba. Nervus ulnaris hanya mensuplai sensasi pada
satu setengah jari ulnar.
Nervus radialis mempunyai
distribusi sensorik pada dorsum manus. Pada persarafan ini terjadi tumpang - tindih
yang besar sekali. Didaerah daerah ini, paing kecil kemungkinannya untuk
terjadi tumpang tindih dalam persarafan.
2.5
REGULASI
INTEGRASI
A. PEMERIKSAAN
INTEGRITAS AKTIVITAS MOTORIK
Praksis adalah kemampuan untuk melakukan suatu
aktivitas motorik. Apraksia adalah
ketidakmampuan pasien untuk melakukan gerakan volunter tanpa adanya gangguan dalam kekuatan,
sensasi, atau kordinasi motorik. Dispraksia
adalah berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas. Pasien mendengar dan
memahami perintah, tetapi ia tidak dapat mengintegrasikan aktivitas motorik,
yang akan melakukan gerakan itu. Mintalah kepada pasien untuk menuangkan air
dari tempat air minum ke dalam gelas dan meminumnya. Pasien dengan dispraksia
mungkin minum air dari tempat air itu atau minum dari gelas kosong. Gangguan
ini sering disebabkan oleh lesi jauh dari dalam lobus frontal.
Jenis apraksia lainnya
disebut jenis apraksia kontruksi. Pada penyakit ini, pasien tidak mampu
menyusun atau menggambar desian sederhana. Terus pemeriksa menggambar sebuah
bentuk dan meminta pasien untuk menyalinnya. Sebagai alternatif, pasien dapat
diminta menggambar piringan jam dinding. Pasien ddengan apraksia kontruksi
sering menderita lesi di pars porterior lobus parietal.
2.6
PEMERIKSAAN
REFLEK
A.
Prinsip –
prinsip dasar
Ada dua jenis refleks
yang diperiksa, yaitu refleks
renggangan atau tendo profunda dan refleks superfisial.
Untuk membangkitkan suatu refleks renggang, anda
harus menyokong sendi yang diperiksa sehingga ototnya rileks. Palu refleks
dipegang diantara ibu jari dan jari telunjuk, dan diayunkan dengan gerakan pada
pergelangan tangan, bukan siku. Pada umumnya yang dipakai adalah ujung runcing
palu refleks berbentuk segitiga. Ketukan ringan pada tendo yang diperiksa
seharusnya menimbulkan kontraksi otot. Seringkali anda juga harus mempalpasi,
di samping mengamati otot itu untuk menilai kontraksinya. Periksalah setiap
refleks dan bandingkan dengan sisi lainnya. Refleks harus sama secara simetris.
Ada variasi yang luas
dalam respons refleks. Hanya dengan pengalaman pemeriksaan akan dapat membuat
penilaian yang baik tentang refleks normal. Refleks biasanya dinilai
berdasarkan 0-4+ sebagai berikut :
SKALA
|
KETERANGAN
|
0
|
Tidak ada
respon
|
1+
|
Berkurang
|
2+
|
Normal
|
3+
|
Meningkat
|
4+
|
Hiperaktif
|
Refleks hiperaktif
merupakan ciri penyakit traktus
ekstrapiramidalis. Kelainan eloktrolit, hipertiroidisme, dan kelainan metabolik
lainnya dapat pula menjadi penyebab refleks hiperaktif. Berkurangnya refleks merupakan ciri kelainan sel kornu anterior dan
miopati. Pemeriksa harus selalu mempertimbangkan kekuatan refleks dengan
besarnya massa otot. Seorang pasien mungkin mempunyai refleks yang berkurang
sebagai akibat penurunan massa otot. Pasien denga hipotiroidisme mengalami
penurunan relaksasi setelah suatu refleks tendo profunda, yang disebut refleks tergantung.
pada pasien dengan refleks yang berkurang, tehnik
yang mmeperkuat mungkin berguna. Dengan meminta pasien untuk melakukan
kontraksi isometrik pada otot – otot lain, aktivitas refleks secara umum
mungkin meningkat. Pada pemeriksaan refleks ekstremitas atas, suruhlah pasien
untuk mengatupkan gigi atau menekan ke bawah tempat tidur dengan kedua pahanya.
Pada pemeriksaan refleks ekstremitas bawah, suruhlah pasiem untuk mengunci jari
– jarinya dan berusaha menariknya pada waktu pemeriksaan. Prosedur ini kadang –
kadang disebut tindakan jendrassik.
Refleks tendo dalam yang diperiksa secara rutin adalah :
1.
Bisep
2.
Brakioradialis
3.
Trisep
4.
Patela
5.
Achiles
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Dalam memeriksa penyakit saraf, data
riwayat penyakit merupakan hal yang sangat penting. Langkah – langkah
pemeriksaan fisik tingkat kesadaran dapat dilakukan dengan cara inspeksi dan
palpasi. Tingkat kesadarannya di bagi menjadi beberapa yaitu;
NO
|
NILAI GCS
|
GCS
|
KETERANGAN
|
1
|
15 – 14
|
Composmentis
|
Kesaradan normal
|
2
|
13 – 12
|
Apatis
|
Sikap acuh tak acuh
|
3
|
11 – 10
|
Derilium
|
Berhalusinasi / berkhayal
|
4
|
9 – 7
|
Somnolen
|
Mudah tertidur dan merespon
|
5
|
6 – 5
|
Sopor
|
Tertidur
|
6
|
4
|
Semi – coma
|
Tertidur lelap dan ada respon nyeri
|
7
|
3
|
Coma
|
Tidak sadar total
|
Sementara untuk pemeriksaan lebih
detail lagi,yaitu dengan penggunaan glasgow coma scale (GCS) lebih berguna
untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Pemeriksaan GCS sangat penting untuk
memeriksa status neurologis khusus pada kasus trauma, seperti cedera kepala.
Pemeriksaan ini menggunakan stimuli suara dan nyeri yang kemudian akan dinilai
berdasarkan respon klien.
3.2
SARAN
Pengetahuan mengenai sistem
neurologi hendaknya harus dimiliki setiap orang. Dengan pengetahuan yang
dimiliki dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Dan pengetahuan
yang diberika harus mudah dipahami, tepat sasaran, dan tidak menyesatkan.
Dengan demikian orang tersebut akan dapat menghadapi gangguan dari luar maupun
dari dalam dengan cara yang sehat, matang dan bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2, Edisi 8, alih bahasa: agung Waluyo [et al]. Jakarta EGC.
Price, Sylvia A., dan Wilson, Lorraine M. 2006.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol. 1, Edisi 6, alih bahasa: Braham U Pendit [et al]. Jakarta: EGC
No comments:
Post a Comment