Tuesday, November 27, 2018

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN NEUROLOGI ( PERSYARAFAN )


MAKALAH
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN NEUROLOGI ( PERSYARAFAN )

DOSEN PEMBIMBING :
NURUL LAILI S.Kep.,Ns.,M.Kep


DISUSUN OLEH :
NAMA
NIM
              MUTI’ATUN NAFISAH
14201.09.17042






PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PADJARAKAN –  PROBOLINGGO
2018


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.
Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul”ANAMNESIS DAN PEMERIKSAANNEUROLOGI ( PERSYARAFAN )’’ dan dengan selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 
1.   KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok pesantren Zainul Hasan Genggong.
2.  Dr. H. Nur hamim, M.Kep.,S.Kep.Ns sebagai ketua STIKES Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
3.      Shinta wahyusari S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.Mat sebagai Ketua Prodi S1 Keperawatan.
4.      Rizka Yunita, S.kep.,Ns.,M.kep Sebagai Wali Kelas Prodi S1 Keperawatan.
5.      Nurul laili S.Kep,.Ns,.M.Kep. sebagai dosen mata pemeriksaan diagnostik.
Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum sempurna. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Genggong , 28 November 2018





DAFTAR ISI
         Cover....................................................................................................................... i
Kata Pengantar....................................................................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1         Latar  Belakang........................................................................................... 1
1.2         Rumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3         Tujuan Penulisan......................................................................................... 1
1.4         Manfaat........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1          Riwayat kesehatan....................................................................................... 3
2.2          Tingkat Kesadaran....................................................................................... 4
2.3          Pergerakan.............................................. .................................................... 6
2.4          Sensasi......................................................................................................... 7
2.5          Regulasi integrasi........................................................................................ 8
2.6          Pemeriksaan reflek...................................................................................... 9
BAB  III PENUTUP
3.1    Kesimpulan.................................................................................................. 10
3.2    Saran............................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 12







BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
             Neurologi adalah ilmu kedokteran yang mempelajari kelainan, gangguan fungsi, penyakit, dan kondisi lain pada sistem saraf manusia. Oleh sebab itu dipelajari pula hal-hal yang secara alami dianggap fungsi sistem saraf normal. Misalnya: kepandaian berbahasa, gangguan balajar, pikun dan lain-lainnya. dalam rangka menegakkan diagnosis penyakit saraf diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan mental, dan laboratorium ( penunjang ). Pemeriksaan neurologis meliputi: fungsi cerebral, fungsi nervus cranialis, fungsi sensorik, fungsi motorik dan reflek.
             Selama beberapa dasawarasa ini ilmu serta teknologi kedokteran maju dan berkembang dengan pesat. Banyak alat dan fasilitas yang tersedia, dan memberikan bantuan yang sangat penting dalam mendiagnosis penyakit serta menilai perkembangan atau perjalanan penyakit. Saat ini kita dengan mudah dapat mendiagnosis perdarahan di otak, atau keganasan diotak melalui pemeriksaan pencitraan. Kita juga dengan mudah dapat menentukan polineuropati dan perkembangannya melalui pemeriksaan kelistrikan.
             Di samping kemajuan yang pesat ini, pemeriksaan fisik dan mental disisi ranjang (bedside) masih tetap memainkan peranan yang penting. Kita bahakan dapat meningkatkan kemampuan pemeriksaan di sisi ranjang dengan bantuan alat teknologi yang canggih. Kita dapat mempertajam kemampuan pemeriksaan fisik dan mental dengan bantuan alat – alat canggih yang kita miliki.

1.2  RUMUSAN MASALAH
            Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut :
  1.      Apa yang kamu ketahui tentang  riwayat kesehatan?
  2.      Apa yang kamu ketahui tentang Kesadaran?
  3.      Apa yang kamu ketahui tentang Pergerakan?
  4.      Apa yang kamu ketahui tentang Sensasi?
  5.      Apa yang kamu ketahui tentang Regulasi integrasi?
  6.      Apa ysng kamu ketahui tentang Pemeriksaan reflek?


1.3  TUJUAN PENULISAN
            Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat ditarik tujuan penulisan sebagai berikut:
  1)      Untuk mengetahui tentang riwayat kesehatan.
  2)      Untuk mengetahui tentang kesadaran.
  3)      Untuk mengetahui tentang pergerakan.
  4)      Untuk mengetahui tentang sensasi.
  5)      Untuk mengetahui tentang regulasi integrasi.
  6)      Untuk mengetahui tentang pemeriksaan reflek.

1.4 MANFAAT
                   Berdasarkan tujuan penulisan diatas dapat ditarik manfaat sebagai berikut:
   A.   Untuk mahasiswa.
a)     Menambah pengetahuan tentang pengkajian keperawatan
b)     Mengembangkan kreatifitas dan bakat penulis
c)   Menilai sejauh mana penulis memahami teori yang sudah didapat tentang anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologi (persyarafan).
   B.   Untuk institut
a)      Makalah ini dapat menjadi audit internal kualitas pengajar
b)  Sebagai tambahan informasi dan bahan keperpustakaan dalam pemberian materi tentang anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologi (prsyarafan).
  C. Untuk pembaca dapat mengetahui , memahami, dan menguasai pengkajian pada proses keperawatan.








BAB II
PEMBAHASAN

2.1  RIWAYAT KESEHATAN
     Riwayat kesehatan adalah ringkasan kondisi kesehaan klien mulai dari waktu lampau hingga alasan mengapa saat ini datang kepusat kesehatan. Riwayat ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.      Data demografi.
2.      Keluhan utama.
3.      Persepsi tentang kondisi sakit saat ini.
4.      Riwayat penyakit terdahulu, riwayat pembedahan, riwayat dirawat di rumah sakit.
5.      Riwayat penyakit keluarga.
6.      Pengobatan yang saat ini sedang dijalani.
7.      Riwayat alergi.
8.      Status perkembangan mental klien .
9.      Riwayat psokososial.
10.  Riwayat sosiokultural.
11.  Aktifitas harian (activity daily living) :
a)      Nutrisi atau diet harinya dan sesudah sakit.
b)      Keyakinan pola ibadah yang dimiliki sebelum dan sesudah sakit.
c)      Pola aktivitas seksual yang dilakukan sebelum dan sesudah sakit.
d)     yang dilakukan sebelum dan sesudah sakit.
e)  Eliminasi BAK – eliminasi urine dan BAB - eliminasi alvi yang dialami sebelum dan sesudah sakit.
f)       Pola istirahat dan tidur sebelum dan sesudah sakit.
g)      Aktivitas dan rutinitas yang dilakukan tiap.
   A.    ANAMNESIS
Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting. Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya. Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan kadang – kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa. Selain itu, ada juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu – waktu tertentu, jadi, dalam bentuk serangan. Di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menengakkan diagnosis penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita ( anamnesis ) dan orang yang menyaksikannya (alloanamnesis).
Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan diagnosis kita perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat disebebkan oleh bermacam – macam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit, kita dapat mendekati diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa : “Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan ke arah diagnosa yang tepat”.
Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya dilakukan ditempat tersendiri, supaya tidak didengar orang lain. Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola umum, yaitu :
1)      Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhannya yang dideritanya.
2)    Pemeriksa (dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan tertentu.

         Pengambilan anamnesa yang baik menghubungkan kedua cara tersebut diatas. Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur, pekerjaan, alamat. Kemuadian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan parlu ditelusuri :

       1)      Sejak kapan mulai.
       2)      Sifat serta beratnya.
       3)      Lokasi serta penjalarannya.
     4)      Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis makan dan lain sebagainya).
      5)      Keluhan lain ada hubungannya dengan keluhan tersebut.
      6)      Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya.
      7)      Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan.
     8)  Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang dalam bentuk   serangan, dan lain sebagainya.

        Pada tiap penderita penyakit saraf harus pula diajaki kemungkinan adanya keluhan atau kelainan dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan berikut :
      1)      Nyeri kepala
      2)      Muntah
      3)      Vertigo
      4)      Gangguan penglihatan (visus)
      5)      Pendengaran
      6)      Saraf otak
      7)      Fungsi luhur
      8)      Kesadaran
      9)      Motorik
     10)  Sensibilitas
     11)  Saraf otonom 
2.2  KESADARAN 
     Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

NO
NILAI GCS
GCS
KETERANGAN
1
15 – 14
Composmentis
Kesaradan normal
2
13 – 12
Apatis
Sikap acuh tak acuh
3
11 – 10
Derilium
Berhalusinasi / berkhayal
4
9 – 7
Somnolen
Mudah tertidur dan merespon
5
6 – 5
Sopor
Tertidur
6
4
Semi – coma
Tertidur lelap dan ada respon nyeri
7
3
Coma
Tidak sadar total

    Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan didalam rongga tulang kepala.
    Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan  tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka borbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian). Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini dijadikan salah satu bagian dari vital sign.
      Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil subjektif mungkin dan untuk menentukan (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan adalah menggunakan GCS (Glasgow coma scale). Adapun cara lain untuk mengetahui tingkat kesadaran seseorang adalah dengan menggunakan EVM (Eye verbal motorik), respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal, yaitu reaksi mata, bicara, dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang 1 – 6 tergantung responnya pasien:
TES
REAKSI
SKOR
Respon membuka mata
( EYE )
Membuka mata spontan.
4
Membuka mata karena perintah.
3
Membuka mata karena rangsangan nyeri.
2
Tidak ada respon ( mata menutup ).
1
Respon verbal terbaik
( VERBAL )
Orientasi baik dan dapat bercakap – cakap.
5
Bingung / konfusi.
4
Kata – kata tidak sesuai / tidak tepat.
3
Suara tidak jelas ( menggumam ).
2
Tidak ada respon.
1
Respon motorik terbaik
( MOTORIC )
Mematuhi / mengikuti perintah.
6
Melokalisir nyeri ( melindungi daerah nyeri ).
5
Menarik diri terhadap nyeri ( menghindar ).
4
Fleksi abnormal ( decorticate ).
3
Ekstensi abnormal ( decerebrate ).
2
Tidak ada gerakan / respon.
1

2.3  PERGERAKAN
     A.    Prinsip – prinsip pemeriksaan fungsi motorik 
           Sistem motorik diperiksa dalam hal :
1.      Massa otot
2.      Kekuatan otot
3.      Tonus otot
Pemeriksaan motorik dimulai dengan inspeksi tiap daerah yang diperiksa. Bandingkan kontur massa otot simetris. Inspeksi dipakai untuk menentukan atrofi otot dan adanya fasikulasi. Periksa kekuatan otot dengan menyuruh pasien bergerak secara aktif melawan tahanan anda. Bandingkan satu dengan sisi lainnya. Berikut ini adalah skala arbitrer yang lazim dipakai untuk menunjukkan kekuatan otot:
SKOR
KETERANGAN
KETERANGAN
0
TIDAK ADA
Tidak ada kontraksi
1
SANGAT LEMAH
Hanya ada sedikit kontraksi
2
LEMAH
Gerakan yang dibatasi oleh gravitasi
3
CUKUP KUAT
Gerakan melawan gravitasi
4
BAIK
Gerakan melawan gravitasi dengan sedikit tahanan
5
NORMAL
Gerakan melawan gravitasi dengan tahanan penuh

       Jika menemukan  kelemahan otot, perbandingan kekuatan proksimal dan distal penting. Pada umunya kelemahan proksimal berkaitan dengan penyakit otot , kelemahan distal berkaitan dengan penyakit neurologik.
     Tonus dapat didefinisikan sebagai sedikit ketegangan residual pada otot yang rileks secara volunter. Tonus dinilai  dengan resistensi terhadap gerak pasif. Mintalah pasien untuk rileks. Lakukan gerak pasif pada otot itu. Bandingkanlah satu sisi dengan sisi lainnya. Harus diingat bahwa lesi neuron motorik atas menimbulkan spastisitas, hiperrefleksi, klonus, dan tanda babinski. Lesi neuron motorik bawah menimbulkan atrofi, fasikulasi, penurunan tonus, dan hiporefleksi. Kedua macam lesi ini dapat menimbulkan kelemahan. Fasikulasi dapat menjadi lebih jelas kalau otot itu diketuk perlahan – lahan dengan palu refleks.
      Selama pemeriksaan neurologis oleh internis, tidaklah praktis untuk memeriksa semua otot. Dengan memiksa kelompok – kelompok otot yang penting, pemeriksa dapat menemukan apakah ada gangguan yang berarti. Kemudian mungkin perlu dilakukan pemeriksaan otot tertentu dan radiks sarafnya. Untuk pemeriksaan secara rinci ini, bacalah banyak buku teks yang baik mengenai neurologi.
   Pada pemeriksaan fungsi motorik, ekstremitas atas diperiksa terlebih dahulu kemudian ekstremitas bawah:
1)      Inspeksi ekstremitas atas untuk melihat simetri
2)      Fleksi dan ekstensi lengan
3)      Pemeriksaan abduksi lengan
4)      Pemeriksaan fleksi lengan bawah
5)      Pemeriksaan ekstensi lengan bawah
6)      Pemeriksaan ekstensi pergelangan tangan
7)      Pemeriksaan fleksi pergelangan tangan
8)      Pemeriksaan aduksi jari
9)      Pemeriksaan abduksi jari
10)  Pemeriksaan aduksi jari
11)  Penilaian tonus ekstremitas atas
12)  Inspeksi ekstremitas bawah untuk melihat simetri
13)  Pemeriksaan aduksi pinggul
14)  Pemeriksaan abduksi pinggul
15)  Pemeriksaan fleksi lutut
16)  Pemeriksaan ekstensi lutut
17)  Pemeriksaan dorsifleksi pergelangan kaki
18)  Pemeriksaan fleksi plantar pergelangan kaki
19)  Pemeriksaan dorsifleksi ibu jari kaki
20)  Pemeriksaan plantar ibu jari kaki
21)  Penilaian tonus ekstremitas bawah

2.4  SENSASI
Prinsip dasar sensasi :
Pemeriksaan sensori terdiri dari:
           1.    Sentuhan ringan
           2.    Sensasi nyeri
           3.    Sensasi getaran
           4.    Propiosepsi (sensasi posisi)
           5.    Lokalisasi taktil

       Sensasi diskriminatif (termasuk diskriminasi dua titik, stereognosis, grafestesi, dan lokalisasi titik).Pada pasien tanpa tanda atau gejala penyakit neurologis, pemeriksaan fungsi sensorik dapat dilakukan dengan cepat, dengan memeriksa adanya sensasi normal pada ujung jari tangan dan kaki. Pemeriksa dapat memilih apakah ia mau memeriksa sentuhan ringan, nyeri dan sensasi getaran. Jika ini semuanya normal, pemeriksaan sensorik lainnya tidak diperlukan. Jika ada gejala atau tanda yang menunjukkan gangguan neurologik, harus dilakukan pemeriksaan yang lengkap.
     Seperti pada pemeriksaan motorik,  pemeriksa membandingkan sisi dengan sisi, dan proksimal dengan distal. Gangguan neurologik biasanya menyebabkan gangguan sensorik yang mula-mula terlihat di bagian lebih distal dibandingkan dibagian proksimal.Tangan di suplai oleh nervous medianus, ulnaris,  dan radialis. Nervus medianus merupakan saraf sensasi utama karena mensuplai permukaan palmar jari tangan, bagian tangan yang paing sering dipakai untuk meraba. Nervus ulnaris hanya mensuplai sensasi pada satu setengah jari ulnar.
     Nervus radialis mempunyai distribusi sensorik pada dorsum manus. Pada persarafan ini terjadi tumpang - tindih yang besar sekali. Didaerah daerah ini, paing kecil kemungkinannya untuk terjadi tumpang tindih dalam persarafan.

2.5  REGULASI INTEGRASI
       A.     PEMERIKSAAN INTEGRITAS AKTIVITAS MOTORIK
     Praksis  adalah kemampuan untuk melakukan suatu aktivitas motorik. Apraksia adalah ketidakmampuan pasien untuk melakukan gerakan volunter  tanpa adanya gangguan dalam kekuatan, sensasi, atau kordinasi motorik. Dispraksia adalah berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas. Pasien mendengar dan memahami perintah, tetapi ia tidak dapat mengintegrasikan aktivitas motorik, yang akan melakukan gerakan itu. Mintalah kepada pasien untuk menuangkan air dari tempat air minum ke dalam gelas dan meminumnya. Pasien dengan dispraksia mungkin minum air dari tempat air itu atau minum dari gelas kosong. Gangguan ini sering disebabkan oleh lesi jauh dari dalam lobus frontal.
      Jenis apraksia lainnya disebut jenis apraksia kontruksi. Pada penyakit ini, pasien tidak mampu menyusun atau menggambar desian sederhana. Terus pemeriksa menggambar sebuah bentuk dan meminta pasien untuk menyalinnya. Sebagai alternatif, pasien dapat diminta menggambar piringan jam dinding. Pasien ddengan apraksia kontruksi sering menderita lesi di pars porterior lobus parietal.  

2.6  PEMERIKSAAN REFLEK
      A.    Prinsip – prinsip dasar
         Ada dua jenis refleks yang diperiksa, yaitu refleks renggangan atau tendo profunda dan refleks superfisial.
         Untuk membangkitkan suatu refleks renggang, anda harus menyokong sendi yang diperiksa sehingga ototnya rileks. Palu refleks dipegang diantara ibu jari dan jari telunjuk, dan diayunkan dengan gerakan pada pergelangan tangan, bukan siku. Pada umumnya yang dipakai adalah ujung runcing palu refleks berbentuk segitiga. Ketukan ringan pada tendo yang diperiksa seharusnya menimbulkan kontraksi otot. Seringkali anda juga harus mempalpasi, di samping mengamati otot itu untuk menilai kontraksinya. Periksalah setiap refleks dan bandingkan dengan sisi lainnya. Refleks harus sama secara simetris.
         Ada variasi yang luas dalam respons refleks. Hanya dengan pengalaman pemeriksaan akan dapat membuat penilaian yang baik tentang refleks normal. Refleks biasanya dinilai berdasarkan  0-4+ sebagai berikut :

SKALA
KETERANGAN
0
Tidak ada respon
1+
Berkurang
2+
Normal
3+
Meningkat
4+
Hiperaktif

            Refleks hiperaktif  merupakan ciri penyakit traktus ekstrapiramidalis. Kelainan eloktrolit, hipertiroidisme, dan kelainan metabolik lainnya dapat pula menjadi penyebab refleks hiperaktif. Berkurangnya refleks merupakan ciri kelainan sel kornu anterior dan miopati. Pemeriksa harus selalu mempertimbangkan kekuatan refleks dengan besarnya massa otot. Seorang pasien mungkin mempunyai refleks yang berkurang sebagai akibat penurunan massa otot. Pasien denga hipotiroidisme mengalami penurunan relaksasi setelah suatu refleks tendo profunda, yang disebut refleks tergantung.
            pada pasien dengan refleks yang berkurang, tehnik yang mmeperkuat mungkin berguna. Dengan meminta pasien untuk melakukan kontraksi isometrik pada otot – otot lain, aktivitas refleks secara umum mungkin meningkat. Pada pemeriksaan refleks ekstremitas atas, suruhlah pasien untuk mengatupkan gigi atau menekan ke bawah tempat tidur dengan kedua pahanya. Pada pemeriksaan refleks ekstremitas bawah, suruhlah pasiem untuk mengunci jari – jarinya dan berusaha menariknya pada waktu pemeriksaan. Prosedur ini kadang – kadang disebut tindakan jendrassik.
       
       Refleks tendo dalam yang diperiksa secara rutin adalah :
1.      Bisep
2.      Brakioradialis
3.      Trisep
4.      Patela
5.      Achiles
BAB  III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
        Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang sangat penting. Langkah – langkah pemeriksaan fisik tingkat kesadaran dapat dilakukan dengan cara inspeksi dan palpasi. Tingkat kesadarannya di bagi menjadi beberapa yaitu;
NO
NILAI GCS
GCS
KETERANGAN
1
15 – 14
Composmentis
Kesaradan normal
2
13 – 12
Apatis
Sikap acuh tak acuh
3
11 – 10
Derilium
Berhalusinasi / berkhayal
4
9 – 7
Somnolen
Mudah tertidur dan merespon
5
6 – 5
Sopor
Tertidur
6
4
Semi – coma
Tertidur lelap dan ada respon nyeri
7
3
Coma
Tidak sadar total
                  
        Sementara untuk pemeriksaan lebih detail lagi,yaitu dengan penggunaan glasgow coma scale (GCS) lebih berguna untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Pemeriksaan GCS sangat penting untuk memeriksa status neurologis khusus pada kasus trauma, seperti cedera kepala. Pemeriksaan ini menggunakan stimuli suara dan nyeri yang kemudian akan dinilai berdasarkan respon klien. 
3.2 SARAN
    Pengetahuan mengenai sistem neurologi hendaknya harus dimiliki setiap orang. Dengan pengetahuan yang dimiliki dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Dan pengetahuan yang diberika harus mudah dipahami, tepat sasaran, dan tidak menyesatkan. Dengan demikian orang tersebut akan dapat menghadapi gangguan dari luar maupun dari dalam dengan cara yang sehat, matang dan bertanggung jawab.



DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2, Edisi 8, alih bahasa: agung Waluyo [et al]. Jakarta EGC.
Price, Sylvia A., dan Wilson, Lorraine M. 2006.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol. 1, Edisi 6, alih bahasa: Braham U Pendit [et al]. Jakarta: EGC

Penyebab Glaukoma

Glaukoma Definisi       Glaukoma adalah suatu gejala dari kumpulan penyakit yang menyebabkan suatu resultan yakni meningkatnya te...